Trauma Psikologis, Membuatku Kehilangan Diri Sendiri
Menemukan cara untuk atasi trauma psikologis, bukanlah sesuatu yang mudah. Karena kita tidak bermasalah dengan benda berwujud, melainkan sesuatu yang tidak tampak.
Trauma psikologis adalah kondisi di mana seseorang kejadian yang sangat buruk dalam hidupnya. Hal ini bisa membuat yang bersangkutan merasakan banyak kecemasan setelah kejadian tersebut.
Ketika trauma ini muncul, sangat besar kemungkinan untuk kembali pada masa lalu. Secara otomatis pikiran akan membawa kita mengingat kembali seluruh rangkaian kejadian yang menyesakkan.
Penghujung tahun 2021, adalah saat di mana saya mengalami trauma psikologis. Ini adalah cerita pengalaman pribadi saya. Semoga ada hal baik yang bisa teman-teman dapatkan dari tulisan ini.
Trauma Psikologis Itu Datang Tanpa Permisi
Desember 2021, ingat betul saat itu hanya berjarak dua hari dari Natal. Malam Natal, kami bertiga memutuskan untuk staycation di hotel tak jauh dari rumah. Hanya ingin mencari suasana baru.Semuanya sangat menyenangkan. Berkumpul bersama suami dan anak, dalam lingkungan yang baru. Tak berselang lama, petir itu datang menyambar.
Seketika saya kehilangan diri sendiri. Tidak tahu harus berbuat apa. Ingin pergi, tapi tidak tahu akan ke mana. Ingin berbicara, tapi tidak tahu apa yang harus disampaikan.
Semalaman saya hanya menangis, bahkan sampai tidak berani menghubungi ibu.
Paginya, dengan mata sembab dan tubuh yang teramat lelah. Anak yang baru berusia dua tahun, menatap saya dan bertanya “Ibuk sedih? Ibuk nangis?”. Saya menangis kembali di depannya, tapi dia hanya anak dua tahun yang belum paham banyak hal.
Dia tertawa di depan saya.
Hari berlalu. Luka itu masih membekas dan terus terkenang. Saya sudah mulai bisa menikmati hidup, melihat dunia, dan jalan panjang di depan mata. Namun, selalu ada ruang kosong dan gelap dalam hati.
Tapi ternyata, mencoba baik-baik saja memang bukan solusi. Meskipun saya tahu ini, entah kenapa tetap saja melakukannya. Yang ada, justru semakin terluka dan kehilangan diri.
Ingin rasanya berteriak. Marah dan memaki diri sendiri. Ingin rasanya memukul. Menyakiti dan melukai diri sendiri. Namun saya sadar, ini tidak membawa perubahan yang baik, justru membuat saya tenggelam dalam duka.
Ada yang Berubah, Tapi Entah Apa
Sejak hari itu, saya menyadari betul, jika diri saya saat ini tidak lagi sama dengan yang ada di masa lalu.Akhirnya saya memutuskan melepas semua hal yang sekiranya akan membuat saya semakin terperosok dan semakin hilang. Salah satunya adalah blogging.
Saya berbalik menjadi orang yang sangat membenci blognya. Keluar dari WAG, tidak ingin melihat blog siapapun, tidak ingin membicarakan segala yang berkaitan dengan blog dan bahkan tidak ada hasrat untuk membuka laptop.
Trauma psikologis itu, berdampak pada hal yang dulunya sangat saya cintai. Karena blogging bagi saya, adalah tinggal di dunia lain yang hanya berisi saya dan isi kepala. Namun ternyata trauma itu menyerang diri sendiri.
Tidak hanya itu, saya pun tidak ingin bertemu dengan banyak orang. Hanya orang tertentu yang memang mengenal dan ada kepentingan khusus. Bahkan menemui kurir pun saya enggan.
Sama sekali tidak ingin membuka pintu rumah dan meninggalkannya. Bagi saya, rumah ada zona nyaman terbaik dan teraman yang saya miliki.
Benar. Banyak hal berubah tapi tidak dengan trauma psikologis ini. Nyatanya, dalam ketidaknyamanan tersebut, dia tetap tinggal.
Gejala Trauma Psikologis Itu Nyata
Dua bulan setelah kejadian itu, nyatanya masih ada diri saya yang tertinggal di belakang sana. Juga ada gejala-gejala yang bahkan timbul tenggelam dan menimbulkan ketakutan tak beralasan, sampai saat ini.Sangat Sedih dan Emosional
Ini adalah hal yang paling mencolok dalam diri saya. Suami saya sering bertanya, kenapa saya jadi semakin cengeng dan emosional untuk hal-hal yang sangat sepele.Ada satu hari, di mana saya begitu marah karena suami menonaktifkan fitur panggilan di Telegramnya. Padahal, saya tahu ini sejak tiga tahun lalu dan baik-baik saja dengan hal ini.
Toh, kami hampir tidak pernah berkomunikasi dengan aplikasi tersebut.
Namun hari itu tidak. Saya adalah orang lain yang tidak menyukai hal yang sudah saya kenal. Sungguh, ini kondisi yang sangat sulit dan tidak nyaman.
Overprotektif
Suami dan anak, adalah dua orang menjadi sasaran saya. Selama dua bulan ini, saya sangat protektif. Suami tentu saja mengetahui hal ini, dan dia menerimanya. Ya, dia memang tahu kondisi istrinya masih tidak baik-baik saja.Stress dan Kecemasan Meningkat
Ada waktu di mana saya tidak bisa tidur sama sekali, terjaga sepanjang malam dengan pikiran yang memenuhi kepala.“Mungkin aku terlihat baik-baik saja, tapi isi kepalaku jauh lebih banyak dari yang terlihat”
Kalimat tersebut pernah saya ucapkan di depan suami. Dia tidak menjawab apapun, hanya memeluk dan membiarkan saya menangis sepuasnya.
Layaknya orang linglung, saya bahkan kebingungan harus melakukan apa sepanjang hari. Memasak, membersihkan rumah dan kegiatan domestik lainnya terhenti.
Saya hanya menemani anak bermain, menyuapi dan memandikannya. Berbincang juga hanya sesekali. Ketika dia sudah tidur, maka saya akan kembali menangis.
Saya mencemaskan banyak hal. Segala yang tak pernah terpikirkan, satu per satu memaksa masuk dalam pikiran.
Takut Bepergian
Suami sangat tahu, jika saya ini suka bepergian. Selalu ada tujuan liburan keluarga yang saya usulkan. Namun saat itu, meninggalkan rumah adalah hal yang sangat menakutkan.“Kamu liburan aja sama adek nggak apa-apa. Kamu butuh liburan, take your time. Kamu mau ke mana?”
Saya sangat bersyukur, punya suami yang sangat memahami “psikologis” istrinya yang tak menentu ini. Tapi ijin tersebut saya tolak. Perjalanan dengan kereta api tak lagi menjadi favorit, bepergian bersama keluarga adalah hal tak menyenangkan.
Saya hanya ingin di rumah.
Dampak Trauma Psikologis Dalam Hidup Saya
PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Ini adalah kondisi di mana saya mengalami gangguan stress yang luar biasa. Kenangan akan kejadian tersebut bermunculan, bahkan di saat saya sedang “baik-baik saja”.Bahkan, seringkali ada masa di mana saya sangat ingin menghindari pikiran tentang hal itu. Ya, segala hal yang berhubungan dengan kejadian itu sangat saya hindari.
Ini seperti melakukan kebiasaan baru yang tidak nyaman dan menyesakkan.
Gangguan Kecemasan
Segala macam bentuk kecemasan itu datang. Saya mulai bertanya-tanya, tentang apa manfaat saya di kehidupan ini. Mencemaskan segala hal yang telah terjadi dan yang hanya berupa angan-angan.

Meskipun saya tahu, jika hal tersebut akan sangat berdampak karena dilakukan oleh profesional, tapi saya memutuskan tidak melakukannya.
Bukan karena takut dengan hasil diagnosis atau yang lainnya, tapi saya memang tidak ingin melanjutkannya.
Kegiatan terapi dengan psikolog atau psikiater ini biasanya membutuhkan waktu yang tak menentu, tergantung progres setiap individu. Namun meski demikian, tujuannya adalah sama, yakni mengeluarkan dan mengendalikan emosi.
Obat-obatan ini memang akan sangat membantu kita mengendalikan kecemasan dan atau depresi, tapi sebaiknya memang di bawah pengawasan ahli.
Hal-hal yang kemudian saya lakukan adalah yang membuat saya sibuk dan tenang.
Dokumen Pribadi |
Depresi
Kondisi ini juga sangat mengganggu saya. Saat itu saya ingin meninggalkan dunia blogging, dan segala hal yang berurusan dengannya. Sama sekali tidak ada hasrat untuk melakukan apapun.Masalah Keseharian
Ini adalah akibat yang muncul dari segala keadaan dan kejadian yang saya alami. Sedikit banyak pasti ada yang terkena imbasnya.Cara Mengatasi Trauma Psikologis
Terapi Psikologis
Melakukan terapi dengan psikolog sudah masuk dalam wish list saya. Bahkan sudah menghubungi pihak yang bersangkutan terkait sistem dan harga, tapi saya urungkan.Meskipun saya tahu, jika hal tersebut akan sangat berdampak karena dilakukan oleh profesional, tapi saya memutuskan tidak melakukannya.
Bukan karena takut dengan hasil diagnosis atau yang lainnya, tapi saya memang tidak ingin melanjutkannya.
Kegiatan terapi dengan psikolog atau psikiater ini biasanya membutuhkan waktu yang tak menentu, tergantung progres setiap individu. Namun meski demikian, tujuannya adalah sama, yakni mengeluarkan dan mengendalikan emosi.
Pengobatan Medis
Sempat terpikir untuk mengkonsumsi obat-obatan antidepresan, tapi saya urungkan.Obat-obatan ini memang akan sangat membantu kita mengendalikan kecemasan dan atau depresi, tapi sebaiknya memang di bawah pengawasan ahli.
Kegiatan Mandiri
Lalu, ini adalah cara mengatasi trauma psikologis yang akhirnya gunakan. Saya sadar betul, lambat laun, rasa trauma ini akan “membaik”.Hal-hal yang kemudian saya lakukan adalah yang membuat saya sibuk dan tenang.
Istirahat yang cukup
Selama dua bulan mencoba berdamai dengan diri sendiri, saya tidak aktif ngeblog ataupun menerima freelance content writer.Saya memutuskan untuk menikmati hari dengan tenang. Tidur cukup dan di awal malam. Tujuannya adalah bisa merasakan dan menikmati betul setiap hal yang saya lakukan.
Kegiatan fisik ini, sedikit banyak juga membantu saya memperbaiki suasana hati yang tak menentu ritmenya.
Namun, akhirnya memang saya memutuskan untuk berinteraksi dengan orang baru.
Itu adalah salah satu kegiatan offline yang sengaja saya ikuti. Tujuannya hanya untuk mengisi waktu luang. Saya pun menyampakan hal ini kepada suami “aku pengen ketemu orang”. Sesederhana itu alasan saya.
Dengan melakukan hal-hal baru, akan membuat pikiran sibuk dan teralihkan. Meskipun pemula, tapi ini sangat menyenangkan dan saya menikmatinya.
Dengan kejadian yang sama sekali tidak saya inginkan, akhirnya membuat saya kembali mencari apa tujuan yang ingin diraih.
Seobsesif itukah saya?
Apakah sekarang saya sudah baik-baik saja? Belum. Sesekali saya masih merasakan semua hal di atas. Ada saat tiba-tiba tidak ingin bertemu siapapun, tidak ingin melakukan apapun, dan hanya ingin menangis saja.
Ada saat di mana saya begitu cemas, takut meninggalkan rumah atau tidak percaya pada orang lain. Ya, ini adalah hal wajar bagi saya. Karena luka tersebut, masih ada, terbuka dan belum sepenuhnya terobati.
Trauma psikologis, bukanlah yang bisa dijadikan bahan candaan. Karena ini adalah kondisi nyata yang butuh perhatian, sama halnya dengan luka fisik. Hanya karena tidak terlihat, bukan berarti bisa diabaikan.
Menuliskan keadaan ini bukanlah hal yang mudah. Saya melalui banyak hal. Memaksa diri sendiri untuk berbenah dan sesekali menyerah.
Dengan memegang dan menetapkan tujuan, paling tidak saya tidak lagi ngoyo dalam menghadapi segala sesuatu.
Mengenali diri, mencintai dan mengakui keadaan diri sendiri adalah bentuk penyembuhan yang sangat perlu lalui dan dilakukan.
Jika saat ini teman-teman juga mengalami trauma psikologis dan sama sekali tidak bisa mengatasinya, tidak ada salahnya mengunjungi ahli untuk berkonsultasi. Terlebih jika sudah mengarah pada hal yang menyakiti diri sendiri.
Ingat, trauma psikologis itu harus diatasi bukan dihindari.
Melakukan kegiatan fisik
Saya bukan orang yang suka berolahraga. Kegiatan fisik yang saya lakukan adalah bermain dengan anak dan berjalan sore di taman.Kegiatan fisik ini, sedikit banyak juga membantu saya memperbaiki suasana hati yang tak menentu ritmenya.
Mencoba berinteraksi kembali dengan orang lain
Ini bukanlah hal yang mudah bagi saya. Kembali membuka diri untuk berinteraksi adalah PR besar sampai saat ini masih menjadi tugas saya.Namun, akhirnya memang saya memutuskan untuk berinteraksi dengan orang baru.
Dokumen Pribadi |
Itu adalah salah satu kegiatan offline yang sengaja saya ikuti. Tujuannya hanya untuk mengisi waktu luang. Saya pun menyampakan hal ini kepada suami “aku pengen ketemu orang”. Sesederhana itu alasan saya.
Melakukan hal baru
Beberapa kegiatan yang belakangan ini juga saya lakukan adalah memelihara ikan hias, bercocok tanam, dan journalling.Dengan melakukan hal-hal baru, akan membuat pikiran sibuk dan teralihkan. Meskipun pemula, tapi ini sangat menyenangkan dan saya menikmatinya.
Inilah Hubunganku Dengan Trauma Psikologis Saat Ini
Menghadapi trauma psikologis bukanlah hal yang mudah. Bahkan setelah dua bulan berlalu, saya belum sepenuhnya baik-baik saja. Bisa jadi, luka itu tetap akan ada seumur hidup.Dengan kejadian yang sama sekali tidak saya inginkan, akhirnya membuat saya kembali mencari apa tujuan yang ingin diraih.
Seobsesif itukah saya?
Apakah sekarang saya sudah baik-baik saja? Belum. Sesekali saya masih merasakan semua hal di atas. Ada saat tiba-tiba tidak ingin bertemu siapapun, tidak ingin melakukan apapun, dan hanya ingin menangis saja.
Ada saat di mana saya begitu cemas, takut meninggalkan rumah atau tidak percaya pada orang lain. Ya, ini adalah hal wajar bagi saya. Karena luka tersebut, masih ada, terbuka dan belum sepenuhnya terobati.
Trauma psikologis, bukanlah yang bisa dijadikan bahan candaan. Karena ini adalah kondisi nyata yang butuh perhatian, sama halnya dengan luka fisik. Hanya karena tidak terlihat, bukan berarti bisa diabaikan.
Menuliskan keadaan ini bukanlah hal yang mudah. Saya melalui banyak hal. Memaksa diri sendiri untuk berbenah dan sesekali menyerah.
Dengan memegang dan menetapkan tujuan, paling tidak saya tidak lagi ngoyo dalam menghadapi segala sesuatu.
Mengenali diri, mencintai dan mengakui keadaan diri sendiri adalah bentuk penyembuhan yang sangat perlu lalui dan dilakukan.
Jika saat ini teman-teman juga mengalami trauma psikologis dan sama sekali tidak bisa mengatasinya, tidak ada salahnya mengunjungi ahli untuk berkonsultasi. Terlebih jika sudah mengarah pada hal yang menyakiti diri sendiri.
Ingat, trauma psikologis itu harus diatasi bukan dihindari.
Berarti Mbak, penyebabnya tidak ada?
BalasHapusada mbak rindang. trauma selalu ada pemicunya
HapusMembaca dari pengalaman yang mba Nimas sebutkan, salah satunya adalah kurang keinginan untuk melakukan kegiatan domestik hanya diam dan menangis. Rasanya itu pernah saya alami, mba.. Beda case dan beda pemicu pastinya. Tapi jujur, pernah saya alami dan saya sadari
BalasHapusLuka dalam yg tak terlihat memang realitanya suka dianggap remeh ya kak. Kalau saja luka psikologis bersama gejala dan dampaknya bisa dilihat srcara konkret layaknya luka fisik..
BalasHapusSemangat terus untuk para pejuang!! Semoga setiap langkah yg diusahakan untum sembuh dari trauma dicatat menjadi pahala.
MasyaAllahu tabarakallahu trimakasih mba Nimas SDH berbagi. Alhamdulillah SDH pulih ya, mba, sekarang SDH bisa bersama kami.
BalasHapusBerbicar soal traum memang terdengar cukup menguras masalalu ya mbak soalnya trauma itu terjadi dari kejadian masalalu, namun mau tidak mau dan bagaimana pun efek trauma itu pada diri kita, kita tetap harus bangkit trauma itu ya bagaimanapun caranya ya mbak. Semangt terus ya mbak nimas
BalasHapusPasti enggak mudah untuk berada di posisi Kakak saat ini. Respect juga sama Kakak yang dengan kebesaran hati mau berbagi cerita, tidak hanya itu, tetapi juga memaparkan edukasi yang dapat diambil oleh para pembaca. Jadi kita yang baca tidak hanya memetik kisah inspiratifnya, tetapi juga pelajaran yang edukatif. Sukses dan sehat selalu buat Kakak!
BalasHapusMasalah psikologis memang akan selalu mendatangi kita sih ya mbak. Tapi emang bener sih trauma tuh musuh utama, rasanya ke psikologi adalah langkah pertama yang harus diambil. Baru kemudian bisa curhat ke teman dekat.
BalasHapusSemangat terus ya mbak :"