Tragedi Kanjuruhan : Noktah Merah Sepak Bola Indonesia
Indonesia berduka. Singa edan menangis. Ratusan pendukung Arema meninggal setelah mendukung klub kesayangannya bertanding.
Tidak ada sepakbola seharga nyawa
Satu saja sudah terlalu banyak, apalagi ratusan
Seperti yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022
Sehabis peluit panjang Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan
Sebuah peristiwa hitam yang sehitam-hitamnya terjadi
Hingga saat ini, menurut pemerintah 131 orang kehilangan nyawa
Bukan karena bencana alam, bukan karena pandemi, bukan karena kecelakaan apalagi perang
131 nyawa melayang dalam situasi normal dan sehari-hari dalam sebuah pertandingan sepak bola
Najwa Shihab, Mata Najwa

Tragedi Kanjuruhan adalah salah satu tragedi yang mungkin akan sangat membekas bagi masyarakat Indonesia, terlebih bagi mereka yang bersinggungan dekat dengan tragedi tersebut. Keluarga korban, pihak aparat, warga Malang hingga masyarakat umum secara luas.
Kali ini, aku ingin membicarakan tragedi ini dari kacamata perempuan dan seorang ibu.
Valentino “Jebret”, komentator sepakbola Indonesia telah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa beliau keluar dari Liga I. Alasannya menarik, karena beliau tidak kuat dan tidak harus bagaimana menyikapi kejadian ini.
Menurutnya, membangun narasi untuk penonton agar merasa aman dan nyaman datang ke stadion bukanlah hal yang mudah. Lalu kini, kita bisa dapati banyak perempuan dan anak-anak yang datang bersama keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama.
Hingga kemudian, tragedi ini pecah. Ratusan korban jatuh : pria, wanita, usia dewasa, usia anak-anak, pelajar hingga pekerja bercampur menjadi korban. Nyawa mereka hilang di stadion - nyawa mereka pergi setelah melihat pertandingan sepak bola.
Aku setelah mendengar apa yang disampaikan beliau (Valentino “Jebret”) juga merasakan hal yang sama. Bahkan aku dan suami sudah punya rencana untuk mengajak anak kami suatu saat melihat pertandingan PSIS di stadion.
Trauma ini, tidak hanya membekas di hati mereka yang kehilangan kerabat maupun keluarganya. Trauma ini tidak hanya dirasakan oleh pemain Arema yang melihat korban berjatuhan dengan mata kepala. Trauma ini, juga aku rasakan dari jarak ratusan kilo setelah membaca berita tersebut.

Bukan kapasitasku untuk mengkritik pemerintah, tapi ini adalah sepenuhnya isi hatiku sebagai perempuan, ibu dan juga istri.
PR pemerintah amatlah besar untuk olahraga yang satu ini. Seperti yang kita tahu bersama, sepakbola menjadi salah satu olahraga dengan atensi pendukung yang luar biasa tinggi. Banyak orang yang mencintai olahraga murah ini, tapi tak sedikit yang kemudian juga mengabaikan berbagai hal penting di dalamnya.
Masyarakat menuntut pemerintah untuk #usutsampaituntas tragedi Kanjuruhan Malang, mengingat nyawa hilang bukan satu atau dua orang saja. Dunia sepakbola menaruh perhatian pada sepak bola kita.
Para pecinta sepak bola meminta pihak yang berwenang untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah ini secara transparan, tegas dan berkelanjutan. Hal ini juga disampaikan oleh perwakilan LBH Surabaya - LBH Pos Malang selaku kuasa hukum korban Tragedi Kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan banyak dikatakan sebagai “sentilan” bagi pemerintah. Tragedi ini juga banyak dikatakan menjadi momentum terbaik bagi pemerintah untuk berbenah dan introspeksi diri.
PSSI menjadi sorotan, terlebih ketua umumnya. Tentu kita semua tahu, jika organisasi ini adalah organisasi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang atas penyelenggaraan sepak bola di Indonesia.
Maka kemudian petisi menuntut ketua umum akhirnya ditandatangani oleh banyak orang. Alasannya,karena hal tersebut adalah bentuk pertanggungjawaban dan penyesalan yang seharusnya dilakukan oleh pemegang kekuasaan tertinggi.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan hal ini. Karena faktanya, banyak pihak yang akhirnya harus turun tangan untuk mengurai masalah ini. Mulai dari jajaran Kementerian hingga FIFA harus ambil peran untuk kasus ini.
Karena jika kita lihat lagi ke belakang, masalah yang datang di olahraga rakyat ini sudah begitu banyak. Mulai dari calo tiket, kelayakan stadion hingga jadwal pertandingan yang terlalu malam.

Salah satu acara talkshow yang juga menyoroti kasus ini adalah Mata Najwa. Kita sudah tahu, bagaimana vokalnya Mbak Nana (Najwa Shihab).
Entah bagaimana, video talkshow mereka muncul di beranda, tepat sebelum akhirnya aku menuliskan artikel ini. Video selama satu jam itu, tidak hanya memberikan gagasan baru tentang carut marut sepak bola Indonesia, tapi juga dukungan dan duka yang datang bersamaan.
Ada yang kehilangan keluarganya, ada yang kehilangan kerabat dan juga sesama pendukung. Sabtu, 1 Oktober tidak hanya hari sabtu yang memberikan riang tapi juga duka.
Terlepas dari fakta-fakta di atas, kita sebagai masyarakat berhak memiliki opininya masing-masing. Itulah kenapa, jika kita lihat di masyarakat juga muncul banyak gagasan kenapa kasus ini terjadi.
Maka, tidak pilihan bagi kita kecuali untuk menyerahkan semua prosesnya pada pihak berwajib. Seperti banyak yang dikatakan berbagai pihak “Kawal sampai tuntas”!
Di video tersebut, entah bagaimana aku merasakan duka yang juga menyesakkan, ada amarah, empati hingga kepasrahan. Melihat teriakan para penonton di stadion, tangis keluarga hingga kompilasi foto-foto pasca tragedi seperti rangkaian luka yang akan terus terkenang.
Menutup curhatan tentang Tragedi Kanjuruhan ini, aku ingin mengutip narasi dari Mata Najwa :
Kematian dengan sendirinya sudah menyesakkan
Tapi ada yang lebih brutal dari kematian
Yaitu kematian tanpa pertanggungjawaban,
apalagi jika disertai penyangkalan
Bangsa ini tidak boleh membiarkan ratusan nyawa melayang begitu saja
Agar tidak ada ayah dan ibu, adik dan kakak, kerabat dan tetangga yang meratap sendiri di pojokan
Sebab teman terbaik bagi para korban bukanlah ucapan kedukaan
Melainkan pengakuan bersalah dan pertanggungjawaban
Usut sampai tuntas
Usut sampai tuntas
Sampai semua yang memang harus bertanggungjawab, menerima harganya
Ini bukan lagi urusan sepak bola
Ini sudah menjadi urusan semua yang waras dan berhati manusia
Ini juga bukan dendam kesumat, melainkan rindu yang semakin tak tertahankan akan tegaknya keadilan
Kita bersama Aremania
Kita bersama mereka, yang tak ingin hidup yang tercinta berakhir sia-sia
Najwa Shihab, Mata Najwa
Tidak ada sepakbola seharga nyawa
Satu saja sudah terlalu banyak, apalagi ratusan
Seperti yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022
Sehabis peluit panjang Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan
Sebuah peristiwa hitam yang sehitam-hitamnya terjadi
Hingga saat ini, menurut pemerintah 131 orang kehilangan nyawa
Bukan karena bencana alam, bukan karena pandemi, bukan karena kecelakaan apalagi perang
131 nyawa melayang dalam situasi normal dan sehari-hari dalam sebuah pertandingan sepak bola
Najwa Shihab, Mata Najwa

Tragedi Kanjuruhan adalah salah satu tragedi yang mungkin akan sangat membekas bagi masyarakat Indonesia, terlebih bagi mereka yang bersinggungan dekat dengan tragedi tersebut. Keluarga korban, pihak aparat, warga Malang hingga masyarakat umum secara luas.
Kali ini, aku ingin membicarakan tragedi ini dari kacamata perempuan dan seorang ibu.
Valentino “Jebret”, komentator sepakbola Indonesia telah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa beliau keluar dari Liga I. Alasannya menarik, karena beliau tidak kuat dan tidak harus bagaimana menyikapi kejadian ini.
Menurutnya, membangun narasi untuk penonton agar merasa aman dan nyaman datang ke stadion bukanlah hal yang mudah. Lalu kini, kita bisa dapati banyak perempuan dan anak-anak yang datang bersama keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama.
Hingga kemudian, tragedi ini pecah. Ratusan korban jatuh : pria, wanita, usia dewasa, usia anak-anak, pelajar hingga pekerja bercampur menjadi korban. Nyawa mereka hilang di stadion - nyawa mereka pergi setelah melihat pertandingan sepak bola.
Aku setelah mendengar apa yang disampaikan beliau (Valentino “Jebret”) juga merasakan hal yang sama. Bahkan aku dan suami sudah punya rencana untuk mengajak anak kami suatu saat melihat pertandingan PSIS di stadion.
Setelah kejadian ini, aku adalah ibu dan istri yang tidak akan pernah mengijinkan anak dan suami pergi ke stadion untuk melihat pertandingan sepakbola.
Trauma ini, tidak hanya membekas di hati mereka yang kehilangan kerabat maupun keluarganya. Trauma ini tidak hanya dirasakan oleh pemain Arema yang melihat korban berjatuhan dengan mata kepala. Trauma ini, juga aku rasakan dari jarak ratusan kilo setelah membaca berita tersebut.

Tragedi Kanjuruhan, Tanggung Jawab Siapa?
Irlan, seorang pendukung sepakbola sekaligus koordinator PERSIJA mengatakan jika selama ini “organisasi sepak bola” telah lama mendapat catatan dari para pendukung hingga pemerhati.Bukan kapasitasku untuk mengkritik pemerintah, tapi ini adalah sepenuhnya isi hatiku sebagai perempuan, ibu dan juga istri.
PR pemerintah amatlah besar untuk olahraga yang satu ini. Seperti yang kita tahu bersama, sepakbola menjadi salah satu olahraga dengan atensi pendukung yang luar biasa tinggi. Banyak orang yang mencintai olahraga murah ini, tapi tak sedikit yang kemudian juga mengabaikan berbagai hal penting di dalamnya.
Masyarakat menuntut pemerintah untuk #usutsampaituntas tragedi Kanjuruhan Malang, mengingat nyawa hilang bukan satu atau dua orang saja. Dunia sepakbola menaruh perhatian pada sepak bola kita.
Para pecinta sepak bola meminta pihak yang berwenang untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah ini secara transparan, tegas dan berkelanjutan. Hal ini juga disampaikan oleh perwakilan LBH Surabaya - LBH Pos Malang selaku kuasa hukum korban Tragedi Kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan banyak dikatakan sebagai “sentilan” bagi pemerintah. Tragedi ini juga banyak dikatakan menjadi momentum terbaik bagi pemerintah untuk berbenah dan introspeksi diri.
PSSI menjadi sorotan, terlebih ketua umumnya. Tentu kita semua tahu, jika organisasi ini adalah organisasi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang atas penyelenggaraan sepak bola di Indonesia.
Maka kemudian petisi menuntut ketua umum akhirnya ditandatangani oleh banyak orang. Alasannya,karena hal tersebut adalah bentuk pertanggungjawaban dan penyesalan yang seharusnya dilakukan oleh pemegang kekuasaan tertinggi.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan hal ini. Karena faktanya, banyak pihak yang akhirnya harus turun tangan untuk mengurai masalah ini. Mulai dari jajaran Kementerian hingga FIFA harus ambil peran untuk kasus ini.
Karena jika kita lihat lagi ke belakang, masalah yang datang di olahraga rakyat ini sudah begitu banyak. Mulai dari calo tiket, kelayakan stadion hingga jadwal pertandingan yang terlalu malam.

Mengenang Sabtu, 1 Oktober 2022
1 Oktober 2022 mungkin akan menjadi hari yang tidak terlupakan bagi bangsa Indonesia, khususnya dunia sepak bola. Salah satu tragedi kelam terjadi malam hari setelah dua klub besar bertanding di Malang, Jawa Timur.Salah satu acara talkshow yang juga menyoroti kasus ini adalah Mata Najwa. Kita sudah tahu, bagaimana vokalnya Mbak Nana (Najwa Shihab).
Entah bagaimana, video talkshow mereka muncul di beranda, tepat sebelum akhirnya aku menuliskan artikel ini. Video selama satu jam itu, tidak hanya memberikan gagasan baru tentang carut marut sepak bola Indonesia, tapi juga dukungan dan duka yang datang bersamaan.
Ada yang kehilangan keluarganya, ada yang kehilangan kerabat dan juga sesama pendukung. Sabtu, 1 Oktober tidak hanya hari sabtu yang memberikan riang tapi juga duka.
Fakta-fakta yang Terjadi di Stadion Kanjuruhan
Menurutku, hal ini perlu kita ketahui, terlepas bagaimana ujung kasus ini pada akhirnya. Berikut ini, beberapa fakta yang terjadi ketika tragedi ini pecah di malam itu.- Pintu keluar tidak dibuka oleh petugas, hingga akhirnya ventilasi udara dijebol paksa penonton agar bisa menyelamatkan diri
- Rekaman menangkap tembakan gas air mata yang ditujukan langsung ke tribun penonton
- Jumlah tiket yang dijual melebihi kapasitas bangunan
- Waktu pelaksanaan pertandingan yang terlalu malam
- Ada mobil polisi yang dibakar
Terlepas dari fakta-fakta di atas, kita sebagai masyarakat berhak memiliki opininya masing-masing. Itulah kenapa, jika kita lihat di masyarakat juga muncul banyak gagasan kenapa kasus ini terjadi.
Maka, tidak pilihan bagi kita kecuali untuk menyerahkan semua prosesnya pada pihak berwajib. Seperti banyak yang dikatakan berbagai pihak “Kawal sampai tuntas”!
Di video tersebut, entah bagaimana aku merasakan duka yang juga menyesakkan, ada amarah, empati hingga kepasrahan. Melihat teriakan para penonton di stadion, tangis keluarga hingga kompilasi foto-foto pasca tragedi seperti rangkaian luka yang akan terus terkenang.
Menutup curhatan tentang Tragedi Kanjuruhan ini, aku ingin mengutip narasi dari Mata Najwa :
Kematian dengan sendirinya sudah menyesakkan
Tapi ada yang lebih brutal dari kematian
Yaitu kematian tanpa pertanggungjawaban,
apalagi jika disertai penyangkalan
Bangsa ini tidak boleh membiarkan ratusan nyawa melayang begitu saja
Agar tidak ada ayah dan ibu, adik dan kakak, kerabat dan tetangga yang meratap sendiri di pojokan
Sebab teman terbaik bagi para korban bukanlah ucapan kedukaan
Melainkan pengakuan bersalah dan pertanggungjawaban
Usut sampai tuntas
Usut sampai tuntas
Sampai semua yang memang harus bertanggungjawab, menerima harganya
Ini bukan lagi urusan sepak bola
Ini sudah menjadi urusan semua yang waras dan berhati manusia
Ini juga bukan dendam kesumat, melainkan rindu yang semakin tak tertahankan akan tegaknya keadilan
Kita bersama Aremania
Kita bersama mereka, yang tak ingin hidup yang tercinta berakhir sia-sia
Najwa Shihab, Mata Najwa
Semoga korban2 Kanjuruhan diberikan tempat terbaik disisi Allah SWT dan untuk keluarga yg ditinggalkan semoga mendapat ketabahan dan kesabaran.
BalasHapusAku gak suka sepak bola, gak ngikutin juga. Tapi ikut sedih bgt dengan kejadian ini. Aku pun sama kayanya bakal gak izinin kalau suatu saat anakku pengen nonton bola, jika konsepnya masih kaya gini.
BalasHapusBenar-benar kaget dengan terjadinya tragedi Kanjuruhan karena korban yang meninggal bukan 1 atau 2, tapi ratusan. Sangat miris, banyak nyawa melayang di even yang harusnya jadi momen pemersatu.
BalasHapusSemoga tidak ada lagi tragedi-tragedi seperti kanjuruhan, semoga sepak bola Indonesia kembali pulih dan menjadi olahraga favorit warga Indonesia
Tragedi yg melukai hati banyak ibu di luar sana. Jujur aku sendiri kayaknya bakalan sulit ngasih izin anak2ku menonton sepak bola nantinya. Kalo bisa, nggak usahlah suka sepak bola. Jadi trauma dan ada rasa takut tersendiri.
BalasHapusTragedi Kanjuruhan adalah bentuk carut marutnya sepak Bola Indonesia. Belum puas hanya mencoreng nama, kini ditambah menghilangkan nyawa. Tidak ada sepakbola yang seharga nyawa, turut berdua Cita untuk semua keluarga korban Kanjuruhan semoga mendapat keadilan.
BalasHapusTragedi yang meninggalkan luka mendalam dan sebuah pertanyaan besar "tanggung jawab siapa?", namun terlepas dari semua itu sepatutnya semua pihak turut berintrospeksi agar tidak ada lagi celah akan terulangnya kembali tragedi yg serupa di kemudian hari
BalasHapusBukan penggemar bola, tapi tragedi ini betul-betul bikin speechless.. Alfatihah untuk para korban.
BalasHapusAku ngikutin ini dari awal. Udah kaya musibah apaan ya korbannya ratusan. Bener2 ga nyangka nyawa taruhannya untuk bola. Belum lagi cerita2 para yg ditinggalkan korban, hoax2nya, dll. Buat pelajaran kita semua. Meski "siapa yg bertanggung jawab"? Huhuhu
BalasHapusSemoga ini yang pertama dan terakhir, tidak ada lagi tragedi yang serupa. Negeri ini sudah banyak berduka apalagi perhatian dan tanggung jawab yang masih minim. Lebih parah lagi jika masih menyalahkan suporternya.
BalasHapusSerem juga, nih kejadiannya. Kayanya bakal mikir berkali2 lipat untuk nonton bola secara langsung, apalagi kalau bawa anak kecil. Semoga persepakbolaan kita makin baik ke depannya.
BalasHapusMeskipun saya bukan penggemar sepak bola, tapi saya sangat menyayangkan kejadian seperti ini.... Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya
BalasHapusTT. Gak sanggup lagi baca berita tentang tragedi Kanjuruhan ini, Mbak. Kapan hari lewat stadion, miris dan merinding rasanya. Alfatihah untuk para korban dan keluarga yang ditinggalkan semoga diberi kekuatan dan ikhlas TT
BalasHapus