Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Blogger dengan Mental Health Issues

Di tahun 2022, aku pernah menulis tentang masalah kesehatan mental yang aku alami. Namun siapa sangka, di tahun ini aku pun masih menuliskan hal yang sama.

Salam kenal, aku adalah blogger dengan mental health issues.




Masalah kesehatan mental itu seperti masalah kesehatan fisik : sama-sama terluka dan sama-sama harus diobati. Perawatannya pun sama, harus dengan ahlinya bukan melakukan self diagnosed dengan mengandalkan artikel di internet.

Bulan lalu, ada seorang blogger yang mengirim pesan WhatsApp. Beliau mengaku baru saja menemukan dan membaca tulisanku tentang trauma psikologis. Kami sempat berbicara cukup panjang tentang hal ini.

Hal yang aku tekankan pada beliau adalah “segera ketemu sama ahlinya kalau memang kita sudah merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Jangan dibiarkan terlalu lama, karena bukan hanya kita yang akan terluka, tetapi orang terdekat pun juga akan merasakan imbasnya”.

Maksudku mengatakan demikian adalah mengajaknya untuk peduli pada kesehatan mental diri sendiri, tidak melakukan self diagnosed dan bertekad untuk menyembuhkannya.


Ketika Serangan Itu Datang

Mengapa demikian? Sebab ketika serangan itu datang secara tiba-tiba, seringkali kita akan menjadi orang yang berbeda. Inilah yang terjadi padaku. Ada fase di mana aku merasa kehilangan kendali atas diri sendiri, hingga tak lagi mengenal siapa diriku sebenarnya.



Imbasnya, banyak aktivitas yang terganggu. Salah satu hal yang sangat berdampak adalah kegiatanku sebagai seorang blogger. Mengapa? Sebab ketika serangan itu datang, aku benar-benar akan “menghilang”.

Tidak membuka akses pada perangkat elektronik apa pun, tidak membangun komunikasi dengan orang lain hingga tidak ada pikiran untuk memikirkan kegiatan lain, selain hanya diam. Ini bukan fiksi, sebab inilah yang benar-benar terjadi.

Memiliki mental health issues bukanlah hal yang memalukan, dan karena itu aku berani menuliskannya kali ini.

Perlu teman-teman ketahui, bahwa menjadi blogger adalah dunia lain dalam hidupku yang sangat menyenangkan. Aku begitu mencintai kegiatan ini. Namun, ada masa di mana aku benar- benar membencinya, tidak ingin berurusan dengan blog dan ingin meninggalkannya.

Namun, aku sadar, bahwa menjadi blogger adalah salah satu pilihan yang memiliki peran dalam kesehatan mentalku.

Seorang teman blogger pernah bertanya, kenapa aku memilih menjadi blogger? Dengan singkat dan jelas, ku jawab “karena aku ingin hidup”. Bagi sebagian orang, jawaban itu mungkin akan terkesan seperti guyonan.

Kenapa bisa masalah kesehatan mental berdampak pada aktivitas ngeblog? Karena aku hidup di dunia ini, memberikan yang terbaik dan sangat mencintainya.

Menjadi blogger adalah salah satu healing yang masih aku lakukan sampai saat ini. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata menjadi blogger juga salah satu trigger mental health issues yang aku miliki.

Apakah bisa satu kegiatan memiliki peran dobel seperti itu? Bisa.


Hubungan Benci dan Cinta dengan Ngeblog

Saat ini, aku masih menjalankan sesi terapi dengan hipnoterapis dan sedang menjadwalkan temu dengan psikiater.

Dalam rangkaian perjalanan ini, aku menemukan banyak hal yang selama tidak disadari bahkan diabaikan, lalu bertumpuk dan menjadi bola salju yang sangat besar. Kemudian, aku menyadari jika ngeblog juga masuk dalam lingkaran ini, maka tidak ada cara lain selain mengaturnya dengan baik.

Salah satu caranya adalah mengambil jeda. Aku kini lebih berani memutuskan kapan harus ngeblog, kapan harus menerima pekerjaan dan kapan harus istirahat.

Itulah kenapa, saat ini belum banyak artikel-artikel baru yang ku tulis sepanjang tahun ini. Sebab tahun 2023 memintaku lebih banyak untuk fokus pada diri sendiri.

Meskipun tidak banyak membuat artikel, tetapi dengan bangga selalu mengatakan bahwa aku seorang blogger. Mungkin ini saatku untuk tumbuh dan menyembuhkan luka, agar tidak ada luka baru yang bertumpuk dan semakin melemahkan.

Aku percaya, akan ada waktunya di mana aku akan lebih tenang, lebih nyaman dan lebih mencintai dunia blogger ketika “sudah sembuh”.

Ini adalah akhir tulisanku. Aku adalah blogger dengan masalah kesehatan mental yang sedang berjuang menyembuhkan luka batinnya.

Fahlevi's
Fahlevi's Membahas posisi perempuan dan anak dalam kacamata ilmu hukum.

8 komentar untuk "Blogger dengan Mental Health Issues"

  1. Semoga lukanya segera pulih dan bisa makin produktif ngeblog ke depannya

    BalasHapus
  2. Cinta dan benci dengan ngeblog tuh memang benar adanya ya, Mbak. Aku kadang cinta ngeblog dan rajin banget ngeblog. Tapi kalau aku pas lagi nggak mood yang nggak ada niatan sama sekali untuk ngeblog.

    BalasHapus
  3. Lekas sembuh, Mbak... #peluuuk

    saya kadang merasa sedang tidak baik-baik saja, tapi jujur, sampai sekarang belum ada keberanian untuk datang ke ahlinya buat konsultasi. hiks.

    BalasHapus
  4. Semoga cepat sembuh ya say, didoakan dari sinii...peluuk...

    BalasHapus
  5. Sehat bahagia mbak, gas pol buat ngeblog karena ngeblog menyenangkan banget. Semangat ya mbak, peluk dari jauh...

    BalasHapus
  6. Mbaaak...tetap semangat yaa.. Betul sekali bhw kita yg paling tahu ttg diri kita, itu sebabnya klo memang sdg waktunya memprioritaskan diri sendiri..ya harus dilakukan. Peluk dari jauh..semoga segera sehat kembali yaa...

    BalasHapus
  7. Aku terharu baca tulisannya mbak Nimas. Semangat ya mbak.

    BalasHapus
  8. Tak apa jika belum rutin ngeblog. Kita sendiri yang tau kapan diri ini bisa menulis, kapan harus melakukan hal lain yang lebih utama prioritasnya. Semoga dengan ngeblog, bisa jadi sarana katarsis dalam rangkaian penyembuhan diri. Aktivitas ngeblognya sebisa mungkin dijadikan sarana untuk healing, bukan untuk memaksa diri. Peluk sayang untukmu, Nimas.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan tidak meninggalkan link hidup <3 Silakan bagikan artikel ini jika dirasa bermanfaat